Senin, 26 Januari 2009

DUPA DALAM AJARAN ISLAM

A.    PENDAHULUAN
Dupa adalah suatu bahan aromatik yang terbuat dari getah pepohonan tertentu. Apabila dibakar di atas arang, dupa menghasilkan aroma yang harum. Guna menghasilkan asap yang lebih tebal dan guna menambah harumnya, terkadang wangi-wangian lain dicampurkan ke dalam dupa.
Fungsi dupa adalah sebagai alat upacara keagamaan umat Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain. Bentuk Dupa ada berbagai macam seperti: Bentuk Batang dari ukuran 11cm s/d 42cm, magic stick, bentuk kerucut, spiral, bentuk hewan, dan lain-lain. Biasanya orang menamakannya dengan Hio, Yoshua, Dupa.
Asal muasal Dupa diperkirakan dari kebiasaan umat Hindu/Budha di India/China. Seiring dengan imigrasi ke Asia Tenggara, terutama ke Indonesia, berpengaruh pada Agama sebagian besar penduduk di Indonesia. Kerajaan Hindu Majapahit yang berkuasa mempunyai pengaruh besar di daerah Jawa – Bali.
Konon, Dupa di Bali berasal dari sabut kelapa yang dipilin-pilin menjadi tali lalu ditusuk dengan kayu/bambu seperti Sate/Cilok. Mungkin karena sering mati dan asapnya terlau banyak, lambat laun bahan dupa diganti serbuk kayu seperti saat ini.

B.     PEMBAHASAN
Dupa dalam berbagai ritual keagamaan ada yang mengatakan suatu keharusan, karena bila tidak maka nilai kesakralan suatu ritual akan dipertanyakan. Paradigma semacam itu sepertinya sudah terkonstruk begitu lekatnya dalam benak setiap individu pemeluk agama dan kepercayaan, khususnya di Indonesia. Paradigma ini tidak hanya terdapat dalam ritual agama-agama ardli, dalam agama samawi pun itu merupakan suatu keniscayaan.
Dalam praktiknya, dupa tidak hanya diterapkan dalam ritual-ritual agama Hindu, Budha atau kepercayaan-kepercayaan seperti yang ada di China. Dalam agama Kristen pun dupa juga merupakan pelengkap ritual, dupa dipakai dalam upacara misa. Hal tersebut merupakan warisan dari tradisi orang Yahudi yang sudah melakukannya sejak dahulu kala.
Begitu juga dalam Islam, dalam ritual-ritual keagamaan seperti tahlilan, ziarah kubur, atau ritual-ritual lainnya merupakan perlengkapan yang harus selalu disediakan. Utamanya di Pulau Jawa, masyarakatnya sangat fanatik sekali dengan tradisi ini. Hal tersebut merupakan warisan leluhur mereka yang mereka anggap sebagai suatu keniscayaan yang harus selalu dipertahankan dan dilaksanakan.
Hal yang seperti ini tidak dianggap sebagai suatu yang musyrik selama niat dalam penggunaannya tidak bertentangan dengan ajaran agama. Penggunaan dupa dalam bermacam acara-acara keagamaan Islam tidak bisa dinafikan karena masyarakat mempercayainya bahwa dengan membakar dupa maka doa-doa yang mereka panjatkan akan lebih cepat sampai pada hal yang dituju.
Percaya atau tidak, ada beberapa kasus yang menegaskan bukti keyakinan masyarakat tersebut. Ketika seorang imigran gelap asal Madura buron di Negara Malaysia, karena tidak ada kabar berita maka keluarganya mengira dia sudah meninggal dunia disana. Mereka lalu mengadakan tahlilan untuknya. Beberapa minggu kemudian orang tersebut pulang dengan selamat ke kampung halamannya. Dan ketika dia ditaya tentang bagaimana dia bisa selamat, dia menjawab bahwa dia merasa kuat sekalipun dia tidak makan selama beberapa hari. Anehnya, dia selalu mencium aroma dupa setiap habis maghrib. Maka masyarakat percaya bahwa doa tahlil yang mereka baca untuknya benar-benar sampai, begitu juga dupa yang dibakar menyertai tahlil.

Respon Fiqh

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَا حَدَّثَنَا حَرْبٌ يَعْنِي ابْنَ شَدَّادٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنِي بَابُ بْنُ عُمَيْرٍ حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُتْبَعُ الْجَنَازَةُ بِصَوْتٍ وَلَا نَارٍ زَادَ هَارُونُ وَلَا يُمْشَى بَيْنَ يَدَيْهَا
Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, "Janganlah mengiringi jenazah dengan mengeluarkan suara dan membawa api dalam dupa (wewangian)." (HR. Abu Dawud, Ahmad).

حَدَّثَنَا مُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيُّ قَالَ قَرَأْتُ عَلَى الْفُضَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ حَدِيثَ أَبِي حَرِيزٍ أَنَّ أَبَا بُرْدَةَ حَدَّثَهُ قَالَ أَوْصَى أَبُو مُوسَى حِينَ حَضَرَهُ الْمَوْتُ فَقَالَ إِذَا انْطَلَقْتُمْ بِجِنَازَتِي فَأَسْرِعُوا الْمَشْيَ وَلَا يَتَّبِعُنِي مُجَمَّرٌ وَلَا تَجْعَلُوا فِي لَحْدِي شَيْئًا يَحُولُ بَيْنِي وَبَيْنَ التُّرَابِ وَلَا تَجْعَلُوا عَلَى قَبْرِي بِنَاءً وَأُشْهِدُكُمْ أَنَّنِي بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ حَالِقَةٍ أَوْ سَالِقَةٍ أَوْ خَارِقَةٍ قَالُوا أَوَسَمِعْتَ فِيهِ شَيْئًا قَالَ نَعَمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Abu Burdah mengatakan, "Ketika menjelang wafat, Abu Musa al-Ays'ari r.a. berwasiat, 'Jika kalian membawa jenazahku, maka percepatlah langkah, janganlah membawa dupa, janganlah meletakkan apapun dalam liang lahad hingga menghalangi antara jenazahku dengan tanah, janganlah mendirikan bangunan apapun di atas kuburku. Aku bersaksi di depan kalian bahwa aku berlepas diri dari haaliqah[1], saaliqah[2] dan khaariqah[3]'." Mereka berkata, "Adakah engkau mendengar sesuatu tentang perkara itu?" Beliau menjawab, "Ya ada, aku mendengarnya dari Rasulullah saw!" (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan al-Baihaqi).

Kandungan Hadits:
1.      Tidak dibolehkan mengiringi jenazah dengan membawa wewangian yang diletakkan dalam dupa-dupa. Ada beberapa atsar dari Salaf dalam masalah ini, di antaranya adalah perkataan Amru bin al-'Ash ra. yang diriwayatkan oleh Muslim: "Apabila aku mati, janganlah menyertai jenazahku wanita-wanita yang meratap dan dupa." Demikian pula perkataan Abu Hurairah ra. saat menjelang kematian yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad yang shahih: "Janganlah memasang tenda (untuk kematianku) dan jangan pula mengiringi jenazahku dengan membawa dupa." 
2.      Makruh hukumnya mengangkat suara walaupun sekedar dzikir. Berdasarkan perkataan Qais bin 'Ubad yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi: "Para Sahabat Nabi membenci mengangkat suara ketika menyertai jenazah".
An-Nawawi berkata dalam kitab al-Adzkaar, "Ketahuilah, pendapat yang benar dan terpilih adalah sunnah yang dilakukan oleh para Salaf r.a, yakni tidak mengeluarkan suara ketika berjalan mengiringi jenazah. Tidak boleh mengangkat suara dengan membaca al-Qur'an, dzikir atau lainnya. Hikmah sangat jelas yaitu lebih menenangkan perasaan dan lebih mengkonsentrasikan pikirannya kepada perkara yang berhubungan dengan jenazah. Inilah yang dituntut pada saat seperti itu.
Dan ini pula pendapat yang benar, janganlah engkau terpedaya oleh banyaknya orang-orang yang menyelisihimu!
Adapun perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang jahil di Damaskus dan kota-kota lainnya yaitu membaca al-Qur-an di sisi jenazah dengan bacaan yang dipanjang-panjangkan dan keluar dari kaidah-kaidah bacaan yang benar, dalam kitab Aadaabul Qiraa'ah tentang keburukannya dan kerasnya larangan (pengharamannya) serta fisik hukumnya bagi yang mampu mengingkari hal tersebut namun ia tidak mengingkari, wallaahul musta'aan." 
3.      Termasuk juga di dalamnya, bahkan lebih keras lagi keharamannya, mengantar jenazah dengan iringan alat musik yang mereka sebut dengan musik kematian. Perbuatan seperti itu adalah bid'ah dan termasuk meniru-niru orang kafir dan melatahi perbuatan mereka. Bahkan di dalamnya juga terdapat kemusyrikan dan pengingkaran terhadap hari kebangkitan.
 
C.    KESIMPULAN
Penggunaan dupa dalam berbagai ritual agama-agama di dunia sudah tidak asing lagi. Tidak hanya agama-agama ibu seperti Hindu, Budha atau kepercayaan yang dianut orang-orang China, orang Kristen, Yahudi dan Islam pun menggunakannya dalam berbagai ritual keagamaan mereka. Hal tersebut dikarenakan para pemeluk agama dan kepercayaan tersebut percaya bahwa doa yang mereka panjatkan akan lebih cepat sampai, hal tersebut juga merupakan tanda kesakralan sebuah ritual keagamaan.
Namun dalam ajaran Islam murni, penggunaan dupa dalam ritual-ritual keagamaannya tidak dibenarkan. Diambil dari berbagai sumber yang kemudian dijadikan sebagai landasan hukum, maka penggunaan dupa tersebut tidak diperbolehkan. Sekalipun hukum tersebut hanya sebatas makruh.
Salah satunya adalah riwayat ketika Abu Hurairah, menjelang wafatnya beliau berwasiat agar tidak menggunakan dupa pada saat beliau diiring ke tempat dimana beliau dimakamkan. Begitu juga apa yang dikatakan oleh Abu Burdah tentang larangan membakar dupa, waktu beliau menjelaskan apa yang diwasiatkan Abu Musa al-Ays'ari r.a. pada saat akan meninggal. Beliau bahkan menegaskan bahwa beliau juga pernah mengetahuinya dari Nabi.

Daftar Pustaka
Al-Atsari, Abu Ihsan, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Jakarta: Pustaka Imam Syafi'i, 2006.
Maktabah Syamilah, Musnad Imam Ahmad
Maktabah Syamilah, Musnad Abu Dawud



[1] Mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah.
[2] Meratap dan meraung ketika tertimpa musibah.
[3] Mengoyak-ngoyak pakaian ketika tertimpa muslibah.

0 komentar:

Posting Komentar