Rabu, 01 Juni 2011

REKONSTRUKSI KONSEP NABI DAN RASUL (Kajian Tematik tentang Nabi dan Rasul dalam Al-Qur'an)

A.      Latar Belakang
Kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat supranatural merupakan keniscayaan yang dimiliki oleh setiap manusia, baik kepercayaannya tersebut diakui maupun tidak. Kecenderungan manusia kepada Dzat yang memiliki dimensi lebih tinggi dan dijadikannya tempat manusia bergantung merupakan imajinasi naluri bawaan yang ada sejak manusia tersebut dilahirkan.
Dalam memperaktekkan kepercayaan yang ada dalam masing-masing, manusia memiliki beberapa perbedaan implementasi yang signifikan. Sebagian manusia menyembunyikan kepercayaannya secara pribadi tanpa ada satu manusia pun yang tahu, sebagian yang lain memperlihatkan kepada khalayak umum. Bahkan ada sebagian manusia yang melakukan ritual tertentu kepada Dzat yang dipercayainya secara berkelompok, seperti orang-orang yang membawa sesajen untuk dipersembahkan kepada para dewa yang diyakini mereka ada, atau orang-orang yang melakukan ritual dalam tempat-tempat peribadatan.
Demikian juga dalam keberagamaan, di dalamnya ada suatu Dzat yang diyakini memiliki otoritas mutlak terhadap nasib ketentuan alam semesta yang dikenal sebagai Tuhan. Dengan kemutlakan otoritas yang Tuhan miliki tersebut, ummat manusia yang menganut agama harus mentaati seluruh apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Setiap agama mempunyai aturan-aturan yang wajib diikuti oleh setiap penganutnya. Aturan yang harus dipatuhi merupakan petunjuk Tuhan yang meliputi perintah dan larangan, yang dimuat dalam kitab suci masing-masing agama dan diperuntukkan untuk ummat manusia melalui perantara Nabi dan Rasul yang menerima wahyu dari Tuhan langsung. Demikian juga dalam agama Islam, ada kepercayaan terhadap beberapa Nabi Tuhan yang diutus untuk kaum-kaum mereka yang diceritakan dalam al-Qur'an.
Menurut kesepakatan ulama', jumlah Nabi dan Rasul yang wajib diketahui dan diyakini keberadaannya adalah dua puluh lima orang.[1] Mereka menerima tanggung jawab dari Tuhan untuk menyampaikan petunjuk-Nya kepada ummat manusia pada waktu dan ruang yang berbeda. Rentang waktu yang ribuan tahun, terhitung mulai sebelum masehi hingga setelah masehi menjadikan jumlah Nabi dan Rasul terhitung sedemikian banyak.
Keseluruhan kisah-kisah Nabi dan Rasul serta kisah orang-orang terdahulu lainnya sebelum kenabian dan kerasulan Muh}ammad saw. adakalanya diceritakan dalam al-Qur'an dan tidak disebutkan dalam al-Qur'an. Sebagaimana pernyataan Allah swt. dalam firman-Nya dalam surat al-Nisa>' ayat 164:
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ...
Artinya : Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu...
Dalam Tafsi>r Ibnu kathi>r,  jumlah Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam al-Qur'an berjumlah 25 orang, sedangkan jumlah Nabi yang tidak disebutkan dalam al-Qur'an berjumlah 124.000, jumlah Rasul sebanyak 313.[2] Keterangan tentang jumlah Nabi dan Rasul tersebut diperolah dari hadis panjang yang diriwayatkan oleh Abu> Dza>r.[3]
Hadis tersebut membenarkan apa yang dinyatakan dalam al-Qur'an tentang jumlah Nabi dan Rasul yang menunjukkan jumlah yang lebih dari dua puluh lima orang Nabi dan Rasul saja. Dalam hadis yang dinukil oleh Ibnu Kathi>r tersebut dinyatakan bahwa Nabi pertama yang ada di muka bumi ini adalah Nabi Adam as., sedangkan Nabi terakhir adalah Nabi Muh}ammad saw. Rentang waktu antara Nabi Adam as. dan Nabi Muh}ammad saw. inilah bermunculan para Nabi dan Rasul yang diutus kepada kaumnya masing-masing di seluruh penjuru dunia untuk menyampaikan petunjuk Tuhan.
Jumlah Nabi dan Rasul yang demikian banyak sebagaimana yang disebutkan dalam hadis tersebut keseluruhannya tidak terperinci dalam al-Qur'an. Al-Qur'an hanya menyebutkan sebagian kecil saja dari jumlah yang dinyatakan oleh Nabi Muh}ammad saw. di atas. Bahkan, beberapa pakar ada yang berani berspekulasi mengkategorikan orang-orang bijak seperti para filsuf sebagai Nabi. Sebagian alasan yang mereka jadikan pegangan adalah hadis Nabi ini, mereka mengatakan bahwa para filsuf adalah seorang Nabi yang tidak disebutkan namanya dalam al-Qur'an. Selain itu, pemikiran dan perenungan yang dihasilkan oleh para filsuf tentang masalah ketuhanan dan kebenaran yang sesuai dengan petunjuk Tuhan merupakan aturan yang jika dijalankan bisa mengantarkan manusia pada jalan Tuhan.
Pembicaraan mengenai jumlah Nabi dan Rasul ini sudah bisa dibilang final. Para ulama' sepakat bahwa hitungan Nabi dan Rasul memang tidak terbatas pada nama-nama yang disebutkan dalam al-Qur'an saja. Namun, yang masih menjadi perdebatan sampai sekarang adalah perbedaan definisi tentang perbedaan Nabi dan Rasul itu sendiri. Dalam memandang perbedaan Nabi dan Rasul, para ulama' mempunyai pandangan yang tidak sejalan. Padahal, pembatasan terhadap makna Nabi dan Rasul ini sangat diperlukan sekali mengingat dari pendefinisian sebuah kata akan bisa ditentukan implikasi tugas dan fungsinya, apalagi terkait dengan kata Nabi dan Rasul yang mengemban tugas dan tanggung jawab besar dari Allah swt.
Pengertian Nabi dan Rasul yang dikenalkan dalam lembaga-lembaga pendidikan, baik pesantren, sekolah, majelis-majelis pengajian dan lain sebagainya, atau yang ditulis dalam buku-buku kajian keagamaan bahkan yang sampai dijadikan referensi-referensi akademis dinyatakan bahwa Nabi adalah seorang manusia yang diberi wahyu oleh Allah dengan syariat, tetapi dia tidak diperintahkan atau dipaksa untuk menyampaikan kepada orang lain.[4] Sedangkan Rasul adalah seorang yang diberi wahyu syariat oleh Allah dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada orang lain.[5] Dengan demikian beban Rasul lebih berat dari pada seorang Nabi, Rasul dikenai tanggung jawab yang demikian besar untuk menyampaikan wahyu kepada ummatnya sedangkan Nabi tidak. Dalam istilah singkat yang mudah diingat dikatakan bahwa setiap Rasul sudah pasti Nabi dan setiap Nabi belum tentu Rasul.
Jika  diamati lebih seksama, pembatasan makna Nabi dan Rasul di atas akan ditemui beberapa kelemahan yang signifikan. Misalnya seperti yang dikatakan oleh ’Umar Sulaima>n al-Ashqar yang mengkritik pernyataan tersebut. Menurutnya, definisi di atas mempunyai beberapa kelemahan.[6] Pertama, dalam al-Qur'an Allah swt. mengutus para Nabi seperti halnya Dia mengutus para Rasul sebagaimana dalam firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ ...
Artinya : Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi ... (al-H{ajj [22]: 52)
Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa baik Nabi dan Rasul sama-sama mempunyai kewajiban untuk menyampaikan petunjuk dari Tuhan.
Kedua, jika Nabi tidak menyampaikan wahyu dari Allah swt. bisa berarti mereka menyimpan wahyu tersebut untuk mereka sendiri. Sangat tidak mungkin bagi Allah swt. menurunkan wahyu-Nya untuk manusia tertentu kemudian disimpannya tanpa disampaikan kepada orang lain hingga ia meninggal dunia.
Ketiga, bertentangan dengan sabda Nabi:
ابْنُ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « عُرِضَتْ عَلَىَّ الأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِىَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِىَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ ...[7]
Artinya :     Diperlihatkan kepadaku sekelompok kumpulan ummat, aku melihat ada seorang Nabi yang bersamanya sebuah jamaah, aku juga melihat seorang Nabi yang bersamanya seseorang atau dua orang saja…!
Dengan alasan-alasan di atas bisa dinyatakan bahwa para Nabi juga diperintah untuk menyampaikan petunjuk dan memfatwakan kepada kaumnya.
Antitesa terhadap definisi Nabi yang menerima wahyu namun tidak wajib menyampaikan kepada ummat manusia dan Rasul yang menerima wahyu namun wajib menyampaikan kepada ummat manusia ini, memiliki dalil naqli yang lebil kuat serta dalil aqli yang lebih rasional. Namun pertanyaan yang paling mendasar, walaupun definisi ini lebih dikuatkan oleh dalil yang lebih kuat, kenapa tidak begitu dikenal dikhalayak umum?.
Dalam penelitian yang akan ditulis ini, akan diadakan kajian yang lebih mendalam terkait dengan perbedaan definisi Nabi dan Rasul secara tepat. Penelitian terhadap definisi Nabi dan Rasul ini berpijak penuh pada al-Qur'an. Sehingga kajian dalam penelitian ini akan ditetapkan konsep tematik sebagai metode utama, meskipun juga tidak lepas dari keterangan-keterangan yang mendukung tentang batasan definisi tentang Nabi dan Rasul ini.
B.       Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah
Dari latar belakang di atas, ada beberapa hal yang menjadi titik tekan pembahasan terkait perbedaan persepsi tentang perbedaan dan persamaan Nabi dan Rasul dalam menyampaikan petunjuk Tuhan kepada ummatnya. Perbedaan pendapat ulama' tentang Nabi dan Rasul dalam penyampaian wahyu kepada ummatnya merupakan pendapat yang belum cukup jelas dimengerti oleh khalayak umum terkait dengan perbedaan masing-masing yang belum menjelaskan secara komprehensif. Pandangan bahwa Rasul merupakan manusia yang berkewajiban menyampaikan apa yang diterimanya dari Allah kepada ummatnya, sedangkan Nabi tidak dikenakan kewajiban menyampaikan merupakan suatu batasan yang masih mengandung berbagai kerancuan. Sehingga hal tersebut perlu dicarikan penjelasan-penjelasan tambahan hingga bisa dimengerti oleh masyarakat. Sedangkan yang mengatakan bahwa tidak ada bedanya antara Nabi dan Rasul karena sama-sama harus bertanggungjawab menyampaikan petunjuk dari Allah swt. pada ummatnya, perlu dicarikan dalil-dalil yang menguatkan argumen tersebut hingga bisa diterima oleh masyarakat terbuka.
Dalam penelitian ini, pembahasan yang akan diuraikan secara luas adalah batasan makna antara Nabi dan Rasul melalui analisa ayat-ayat yang ada kaitannya dengan tema Nabi dan Rasul dalam al-Qur'an. Pembahasan dalam tulisan ini akan difokuskan pada pengertian Nabi dan Rasul itu saja.
C.      Rumusan Masalah
Gambaran global tentang masalah pengertian Nabi dan Rasul di latar belakang di atas akan dirumuskan dengan beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.        Apa Definisi Nabi dan Rasul?
2.        Bagimana pandangan ulama' mengenai batasan makna Nabi dan Rasul?
3.        Bagaimana penjelasan al-Qur'an mengenai kriteria seorang Nabi dan Rasul?
D.      Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
1.        Untuk mengetahui defenisi yang tepat menganai arti Nabi dan Rasul, baik secara terminologi maupun etimologinya.
2.        Mengetahui perbedaan ulama' dalam memandang perbedaan Nabi dan Rasul serta argumen yang dikemukakan oleh mereka.
3.        Untuk mengetahui kriteria Nabi dan Rasul sesuai dengan gambaran al-Qur'an.
E.       Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, antara lain :
1.        Untuk menjawab kebingungan tentang persamaan dan perbedaan antara Nabi dan Rasul dalam kewajibannya menyampaikan petunjuk dari Allah kepada ummatnya.
2.        Untuk melacak penjelasan dalam al-Qur'an tentang kewajiban Nabi untuk menyampaikan wahyu, sehingga bisa membongkar doktrin lama yang mengatakan bahwa Nabi hanya mengkonsumsi wahyu untuk dirinya sendiri tanpa adanya tuntutan untuk menyampaikannya kepada ummatnya.
3.        Menambah wawasan tentang definisi Nabi dan Rasul yang masih menjadi perdebatan.
F.       Penegasan Judul
Skripsi ini berjudul REKONSTRUKSI KONSEP NABI DAN RASUL; Kajian Tematik tentang Nabi dan Rasul dalam Al-Qur'an yang merupakan suatu telaah tematik mengenai definisi Nabi dan Rasul serta batasan makna antara Nabi dan Rasul dalam al-Qur'an.
Untuk itu perlu lah dijelaskan secara singkat terlebih dahulu apa yang dimaksudkan dalam judul skripsi ini;
-       Rekonstruksi adalah penyusunan / penggambaran ulang.[8]
-       Konsep adalah rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.[9]
-       Nabi adalah manusia pilihan Allah atau yang mendapatkan wahyu dari Allah.[10]
-       Rasul adalah orang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk disampaikan kepada manusia.[11]
Jadi, narasi dari judul skripsi ini adalah melakukan peninjauan ulang tentang pemahaman Nabi dan Rasul terkait perbedaan pendapat tentang batasan makna atau definisi antara Nabi dan Rasul melalui analisa tematik ayat-ayat yang ada kaitannya dengan tema Nabi dan Rasul dalam al-Qur'an.
G.      Telaah Pustaka
Pembahasan mengenai Nabi dan Rasul terdapat banyak dalam buku-buku yang bersifat teologis dan sufistik. Di dalam buku-buku teologi, penekanan pembahasan yang paling disoroti adalah perbedaan pandangan para teolog tentang status derajat kenabian tersebut apakah bisa tercapai dengan sebuah proses usaha atau semata-mata merupakan karunia yang diberikan Tuhan kepada manusia pilihan-Nya. Sedangkan dalam buku-buku sufistik, penekanan pembahasan yang difokuskan adalah hal-hal yang terkait dengan perbedaan maqam manusia yang dimiliki. Termasuk yang terkait dengan maqam kenabian tersebut adalah maqam wali.
Kebanyakan buku yang membahas tentang Nabi dan Rasul, sering terfokus pada masalah sejarah perorangan. Seperti kisah yang khusus membahas tentang kisah Nabi Nuh, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad yang banyak orang telah mencatat sejarahnya di buku-buku khusus dan lain sebagainya.
Seperti buku yang ditulis oleh Muhammad Ali Al-Shabuny dengan judul al-Nubuwwah wa al-Anbiya' dan diterjemahkan oleh Arifin Jamian Maun yang diberi judul Kenabian dan Para Nabi, di dalamnya sangat panjang membahas tentang kisah perorangan para Nabi. Selain itu, buku ini juga membahas tentang ketentuan maqam Nabi merupakan hak prerogatif Tuhan, artinya maqam Nabi itu murni hanya sebuah anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada manusia yang dipilih-Nya. Dalam buku ini, sempat dibahas tentang perbedaan antara Nabi dan Rasul. Namun penjelasan yang dipaparkan oleh penulis tidak sampai pada tingkat analisa yang mendalam dan cenderung tidak berdasarkan pada dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur'an.
Buku lain yang membahas seputar Nabi dan Rasul adalah buku karya Rafi'udin dan In'am Fadhali dengan judul Lentera Kisah 25 Nabi–Rasul. Buku ini murni hanya membahas tentang kisah-kisah perorangan para Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam al-Qur'an, diawali dari kisah Nabi Adam as. dan diakhiri dengan kisah Nabi Muhammad saw.
Dalam buku ini secara terperinci dan sistematis menjelaskan kisah 25 Nabi–Rasul dengan menghadirkan ayat-ayat al-Qur'an yang menerangkan tentang para Nabi–Rasul tersebut dan tentunya dibubuhi cerita-cerita tambahan yang dicuplik dari kisah-kisah Israiliyyat.
Sedangkan dalam penelitian ini, titik fokus yang akan didalami adalah batasan definisi antara Nabi dan Rasul. Apakah definisi yang dikatakan oleh banyak ulama' bahwa Nabi adalah manusia yang menerima wahyu Allah swt. namun tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kepada ummat dan Rasul adalah manusia yang menerima wahyu dan wajib menyampaikan kepada ummatnya itu yang benar-benar merupakan definisi yang betul dalam memaknai perbedaan dua kata tersebut. Yang berbeda juga dalam penelitian ini dengan buku-buku yang pernah membahas tema yang sama adalah kajian terhadap makna Nabi dan Rasul ini berpijak pada dalil-dalil al-Qur'an yang menunjang penjelasannya tentang tema ini. Namun demikian, juga akan dimasukkan keterangan-keterangan di luar al-Qur'an yang masih mempunyai kaitan.
H.      Metodelogi Penelitian
1.      Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif. Penentuan  terhadap model penelitian ini untuk menemukan kevalidan objek penelitian yang akan dikaji. Sehingga, hasil proses dari penelitiaan yang akan dilakukan ini akan betul-betul bisa mendefinisikan makna Nabi dan Rasul dengan tepat.
2.      Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-empirik yang menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan) dan kajiannya disajikan secara eksploratif analitis. Oleh karena itu sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan tertulis baik berupa literatur berbahasa Arab, Inggris maupun Indonesia yang mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian ini.
Sedangkan dalam standar Ilmu Tafsir, penelitian ini akan menggunakan metode mawdhu'i (tematik) dengan langkah-langkah yang merujuk pada pendapat al-Farmawi[12] sebagai berikut:
a.    Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).
b.    Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
c.    Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbabun nuzulnya (jika memungkinkan).
d.   Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing.
e.    Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (sistematika).
f.     Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan.
g.    Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlaq dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
3.      Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan terdiri dari dua jenis sumber, yakni primer dan sekunder. Sumber primer adalah rujukan utama yang akan dipakai, yaitu:
a.       Al-Qur'an al-Karim.
b.      Tafsir-tafsir, separti Tafsi>r Ibn Kathi>r, Tafsi>r al-Mishbah, ddan lain sebagainya.
Sedangkan sumber sekunder yang dijadikan sebagai pelengkap dalam penelitian ini antara lain:
a.       Al-Rusul wa al-Risa>la>t, karya Umar Sulaima>n al-Ashqar.
b.      Al-Mujam al-Mawsu>iyy li Alfa>z} al-Qura>n al-Kari>m wa Qira>'a>tihi, karya Ah}mad Mukhtar Umar.
c.       Al-Ta’ri>fa>t, karya ’Ali> bin Muh}ammad al-Shari>f al-Jurja>ni>,
d.      Kenabian dan Para Nabi, karya Muhammad Ali al-Shabuniy yang diterjemahkan oleh Arifin Jamian Maun
4.      Metode pengumpulan data
Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi. Metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.
5.       Metode analisis data
Semua data yang terkumpul, baik primer maupun sekunder diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat objek penelitian dengan menggunakan analisis isi, yaitu suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolahnya dengan tujuan menangkap pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan.[13] Selain itu, analisis isi dapat juga berarti mengkaji bahan dengan tujuan spesifik yang ada dalam benak (peneliti).

I.         Rencana Sistematika Pembahasan (Out Line)
Untuk mengetahui gambaran umum tentang isi penelitian yang akan dilakukan ini, maka untuk sementara kerangka isi tulisan ini akan disusun sebagaimana berikut:
BAB I      PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
B.     Identifikasi masalah dan pembatasan masalah
C.     Rumusan masalah
D.    Tujuan penelitian
E.     Manfaat penelitian
F.      Penegasan judul
G.    Telaah pustaka 
H.    Metode penelitian sumber data 
I.       Sistematika  pembahasan.
BAB II Derajat Manusia dalam Dimensi Teologis dan Pengakuan Sosial
A.    Mengenal Manusia
1.      Manusia sebagai satu-satunya Makhluk yang berakal
2.      Manusia sebagai Hamba
3.      Manusia sebagai Khalifah
B.     Derajat Kemanusiaan dalam Dimensi Teologis
1.      Manusia sebagai Nabi dan Rasul
2.      Manusia sebagai Wali Allah (Kekasih Tuhan)
3.      Manusia yang Durhaka
C.     Derajat Manusia dalam Pandangan sosial
1.      Manusia terhormat
2.      Manusia biasa
3.      Manusia terhina
D.    Kelebihan yang Dimiliki oleh masing-masing Derajat Kemanusiaan
1.      Mukjizat dan yang Memilikinya
2.      Karomah dan yang Memilikinya
3.      Ilham dan yang Memilikinya
4.      Akal dan yang Memilikinya
BAB III Nabi dan Rasul dalam al-Qur'an
A.    Penyebutan Nabi dan Rasul dalam al-Qur'an
B.     Fungsi serta Tugas Nabi dan Rasul
1.      Menyeru kepada Jalan Allah swt
2.      Menyampaikan kabar gembiran dan memberi peringatan
3.      Membimbing umat
4.      Hanya menyampaikan tanpa memaksa
C.     Perbedaan antara Nabi, Rasul dan Wali
D.    Pandangan Ulama' Mengenai Batasan Makna Nabi dan Rasul.
E.     Penjelasan al-Qur'an Mengenai Kriteria Seorang Nabi dan Rasul.


BAB IV Nabi dan Rasul dalam Pandangan al-Qur'an
A.    Penjelasan al-Qur'an Mengenai Kriteria Seorang Nabi dan Rasul.
B.     Pandangan Ulama' Mengenai Batasan Makna Nabi dan Rasul.
C.    Perbedaan dan Persamaan antara Nabi, Rasul dan Derajat Teologis lainnya
BAB V Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran-saran
Daftar Pustaka
J.        Daftar Pustaka
Al-Ashqar,Umar Sulaima>n, al-Rusul wa al-Risa>la>t. Kuwait: Maktabah al-Fala>h}, 1985.
Al-Dimshiqi>, Abu> al-Fida>' Isma>i>l bin Umar bin Kathi>r al-Qurashi>, Tafsi>r al-Qur'a>n al-Kari>m. Da>r T{ayyibah, 1999.
Al-Farmawiy, ‘Abdul Hay, Al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu’iy. Kairo: al-Hadharah al-Arabiyah, 1977.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: Rake Sarasin,1993.
Al-Qushayri>, Abu> al-H}isain Muslim bin al-H{ajja>j bin Muslim, S{ah}i>h} Muslim. Beirut: Da>r al-Jayl, t.t.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Ash-Shabuniy, Muhammad Ali, diterjemahkan oleh Arifin Jamian Maun, Kenabian dan Para Nabi. Surabaya: Bina Ilmu, 1993.



[1]Dalil yang dipakai dalam mewajibkan meyakini keberadaan para Nabi dan Rasul tersebut berlandaskan beberapa nama yang disebut dalam al-Qur'an. Namun begitu, ketika menyebutkan jumlah Nabi dan Rasul dalam al-Qur'an di kalangan para ulama' masih terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama' berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul yang disebut dalam al-Qur'an tidak terbatas hanya pada dua puluh lima orang saja, melainkan selain dari jumlah tersebut juga termasuk dalam kriteria sebagai seorang Nabi dan Rasul. Bahkan ada beberapa mufassir yang menyatakan bahwa Maryam juga seorang Nabi, meskipun ia seorang wanita.
[2]Abu> al-Fida>' Isma>i>l bin Umar bin Kathi>r al-Qurashi> al-Dimshiqi>, Tafsi>r al-Qur'a>n al-Kari>m (Da>r T{ayyibah, 1999, II), 469-470.
[3]Selengkapnya tentang hadis ini, bisa dilihat dalam kitab Tafsi>r Ibnu Kathi>r.
[4]Muhammad Ali Ash-Shabuniy, diterjemahkan oleh Arifin Jamian Maun, Kenabian dan Para Nabi (Surabaya: Bina Ilmu, 1993) 13
[5] Ibid, 13
[6]Umar Sulaima>n al-Ashqar, al-Rusul wa al-Risa>la>t (Kuwait: Maktabah al-Fala>h}, 1985), 14-15.
[7]Abu> al-H}isain Muslim bin al-H{ajja>j bin Muslim al-Qushayri>, S{ah}i>h} Muslim (Beirut: Da>r al-Jayl, t.t, I), 137.
[8] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1189
[9] Ibid, 748
[10]Ibid, 992
[11] Ibid, 1174
[12] ‘Abdul Hay al-Farmawiy, al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu’iy (Kairo: al-Hadharah al-al-Arabiyah, 1977) 62.
[13]Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin,1993), 76-77.