Senin, 26 Januari 2009

AGUS MUSTOFA (TERNYATA ADAM DILAHIRKAN)

BAB I
PENDAHULUAN
Perdebatan akan asal-usul manusia atau bahkan kehidupan makhluk hidup di muka bumi ini masih menjadi tanda tanya besar dan diskusi panjang yang tiada habisnya. Beberapa teori ilmiah telah mencoba untuk menjawab itu semua. Akan tetapi terus mengalami keraguan dan kesangsian setelah diuji seiring perubahan waktu yang menjadikannya tidak dapat diterima lagi. Salah satunya adalah teori evolusi yang ditelorkan oleh Darwin. Konsep kehidupan yang, menurutnya, berawal dari satu spesies hingga memunculkan beragam makluk hidup seperti sekarang ini. Termasuk adanya manusia sebagai makluk yang paling cerdik.
Disisi lain, sejarah penciptaan manusia sebenarnya telah melegenda. Berawal dari satu manusia laki-laki dan satu manusia perempuan yaitu Adam dan Hawa. Sebagaimana diinfomasikan oleh dogma agama-agama besar (Yahudi, Nasrani dan Islam). Hingga pada abad ini telah melahirkan (memunculkan) lebih dari 6 miliar manusia. Tersebar di segala penjuru dunia. Dari cerita ini, banyak manusia yang percaya begitu saja, walaupun memang ada hal-hal yang sedikit tidak masuk akal. Penjelasan singkat dan ringkas yang dianggap cukup dan tidak adanya kekritisan umat dalam beragama.
Diantaranya ialah bahwa Adam diciptakan oleh Tuhan dari tanah liat yang dibentuk semisal sebuah boneka. Kemudian ditiupkan kepadanya ruh. Maka jadilah Adam manusia dewasa yang hidup seketika itu juga. Selanjutnya di tempatkan di dalam surga. Tapi Adam merasa kesepian karena hanya seorang diri. Maka Tuhan pun menjadikan calon istrinya, Hawa. Caranya, Tuhan mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Dari tulang rusuk Adam itulah kemudian tercipta Hawa sebagai manusia dewasa yang hidup.
Tak heran, cerita akan hal itu semua bertebaran dengan sangat bebas dan beragama. Mulai dari yang bersifat doktrin, tafsir, dongeng, legenda hingga pada penelusuran yang bersifat ilmiah. Dibandingkan dengan berbagai makhluk lainnya, manusia memang sangat istimewa. Manusia yang benar-benar menjadi aktor utama dalam kehidupan di jagat raya ini. Pemimpin kolektif atas segala fasilitas kehidupan yang telah tersedia secara ajaib di planet yang sangat istimewa pula ini.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Metode dan Corak Tafsir Agus Mustofa
Banyak ta'wil baru di dalam kajian Agus Mustofa yang pasti akan mengundang perdebatan, dan hal ini disebabkan oleh perbedaan di antara keakraban beliau dengan teori-teori ilmu pengetahuan modern, dan ilmu al-Qur'an. Dari sini, secara kita bisa mendeteksi bahwa, terdapat unsur penafsiran dengan kaidah maudhu`i-ilmy-falsafy-adaby.
Beliau bukan saja menafsirkan ayat-ayat kauniyah al-Qur'an dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang yang menjadi ciri Tafsir Ilmy,[1] bahkan juga berupaya mengompromikan atau mencari titik temu di antara filsafat dengan agama serta berusaha menyingkirkan segala pertentangan di antara keduanya,[2] juga merupakan ciri Tafsir Falsafy. Adapun karyanya dikatakan melibatkan metode Tafsir Adaby adalah karena beliau mempunyai karakteristik yang berbeda dari corak tafsir lainnya dan memiliki corak tersendiri yang betul-betul baru bagi dunia tafsir. Walaupun beliau mengabaikan penggunaan bahasa yang menarik, namun beliau berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur'an yang tengah dikaji dengan realitas sosial dan sistem budaya yang ada.[3]
Dari ketiga macam metode penafsiran maudhu'i tersebut, kecenderungannya lebih tertonjol pada metode penafsiran Ilmy dan Falsafy.
Jika metodenya adalah secara Ilmu, coraknya pula menonjolkan Falsafy-Sufy. Keduanya terbukti apabila di dalam pembahasan beliau lebih banyak mengedepankan teknik yang mengajak para pembaca untuk banyak ber-tafakkur tentang kejadian alam, manusia, dan pembuktian keberadaan Tuhan berserta firman-Nya berdasarkan hujjah logis dan bukti-bukti empiris, namun ia lebih ke arah corak Falsafy. Dengan demikian, karya ini adalah berbentuk Tafsir bi-Ra'yi, metodenya Ilmy/ Saintis, sedang coraknya adalah Falsafy.

  1. Ternyata Adam Dilahirkan
Dalam pembahasannya mengenai penciptaan Adam, Agus Mustofa memaduakan antara ilmu tasawuf dan sains yang selanjutnya menghasilkan tipikal pemikiran yang 'unik' pada dirinya, yang disebutnya sebagai Tasawuf Modern. Pendekatan tasawuf yang menggunakan metode kekinian.
Agus Mustofa mengembangkann penafsirannya mengenai penciptaan Adam dengan mengangkat penelitian mengenai 'genetika'. Menurutnya, segala aktifitas manusia direkam oleh alam sekitar. Ada tiga rekaman yang berlangsung selama hidup kita. Yang pertama adalah rekaman oleh struktur alam. Yang kedua adalah rekaman oleh struktur otak. Dan yang ketiga adalah rekaman oleh struktur genetika.
Pembahasan tentang hal tersebut telah diangkatnya dalam karyanya yang terdahulu yang berjudul TERNYATA AKHIRAT TIDAK KEKAL, terutama tentang model rekaman yang pertama – oleh struktur alam. Sedangkan rekaman model yang kedua dan ketiga dijelaskan secara gamblang dalam buku ini garis besarnya.
Setiap perbuatan, kata-kata, dan sikap hati kita setiap hari direkam oleh otak dan struktur genetika. Rekaman otak bisa dibuktikan dengan cara sederhana. Bahwa otak ternyata memiliki daya ingat alias memori. Ini seperti pita kaset saja layaknya. Atau lebih cocoknya adalah rekaman digital yang dewasa ini lumrah digunakan[4].
Setiap kita berbuat, maka kita akan menjadi ingat bahwa kita pernah berbuat itu. Setiap kata yang kita ucapkan juga kita ingat, dan suatu ketika akan muncul kembali di lain waktu. Kalau pun kita tidak mengingatnya – entah karena lupa – maka orang lainlah yang akan memorikan di dalam otak mereka.
Otak merekam segala peristiwa yang kita alami dan kemudian akan kita ingat selama kita masih hidup. Atau sampai suatu ketika nanti, saat kita dibangkitkan kembali di hari pengadilan. Tapi struktur genetika kita ternyata bisa merekam segala kejadian yang menimpa kita secara lintras generasi. Kerena sifat-sifat yang terkandung dalam struktur genetika kita itu ternyata diwariskan kepada anak keturunan kita.
Jadi struktur genetika kita yang sekarang ada dalam tubuh ini adalah warisan orang tua kita. Separuh berasal dari bapak, dan separuhnya dari ibu. Demikian pula yang dimiliki oleh orang tua kita, berasal dari orang tua mereka. Dan begitu selanjutnya. Struktur genetika kita itu mengandung gen-gen nenek moyang kita. Entah berapa persen dari yang ada pada diri kita itu, adalah gen dari manusia pertama.

  1. Sumber Rujukan
Dalam pembahasan ini sebenarnya al-Qur'an memberikan guidance alias petunjuk komprehensif, bahwa kita harus melakukan explorasi dua sisi. Sisi pertama, adalah menggali arahan al-Qur'an tentang asal-usul penciptaan manusia. Dan sisi yang kedua, petunjuk itu mesti kita telusuri dari tanda-tanda yang dihamparkan Allah di alam sekitar kita. Petunjuk pertama berdasar pada ayat-ayat qauliyah, sedangkan petunjuk kedua berasal dari ayat-ayat kauniyah[5].
QS. Al-Furqan (25): 54
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا (٥٤)
Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah* dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.
*Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.

QS. An-Nur (24): 45
وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٤٥)
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ayat inilah yang diklaim oleh para penganut teori evolusisebagai bukti adanya perpindahan binatang air ke binatang darat. Itu adalah masa-masa dimana muncul binatang amphibi dan reptilia yang berjalan dengan perut, dua kaki dan kemudian empat kaki. Dalam periodisasi evolusi, itu terjadi sekitar 360 juta tahun yang lalu.
Namun ayaat ini memang tidak menyaebut secara eksplisit bahwa binatang darat itu berasal dari binatang air yang berevolusi. Ayat tersebut bisa ditafsirkan bahwa masing-masing binatang daratan itu diciptakan Allah dari air. Bukan dari binatang air yang lebih rendah tingkatannya.
QS. Al-Hijr (15): 26
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (٢٦)
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

QS. Al-Hijr (15): 28-30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (٢٨)فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (٢٩)فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ (٣٠)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud*.Maka bersujudlah Para Malaikat itu semuanya bersama-sama.
*Yang dimaksud dengan sujud disini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.

Allah memberiakan penjelasan yang lebih rinci bahwa yang diciptakan dari 'tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam' itu adalah basyaran. Yaitu manusia sebelum al-insan. Atau nenek moyang al-insan, yang memang sudah ada dalam jutaan tahun sebelumnya.
Karena itu, ayat berikutnya memberikan penjelasan bahwa basyaran itu masih perlu disempurnakan lagi oleh Allah, agar menjadi al-insan. 'Maka bila telah kusempurnakan kejadiannya, dan telah kutiupkan Ruh-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud'. Dan para malaikat pun bersujud bersama-sama. Bukan kepada al-basyar, melainkan kepada al-insan.
Jadi, adalah kekeliruan jika kita menafsiri ayat itu sebagai proses penciptaan Adam – manusia pertama – dari tanah liat. Itu adalah cerita tentang penciptaan al-basyar secara kolektif, yang 'ditumbuhkan' oleh Allah dari tanah bumi. Dan setelah disempurnalan kejadiannya – menjadi al-insan – barulah malaikat diperintahkan bersujud kepada salah satu dari al-insan itu, yaitu Adam.
Lantas, dari keturunan Adam inilah manusia modern berkembang biak. Sedangkan manusia lain selain keturunan Adam mengalami kepunahan. Maka manusia modern yang ini disebut sebagai sebagai 'bani Adam' alias keturunan Adam[6].

BAB III
KESIMPULAN
Banyak sekali perdebatan mengenai penciptaan Adam sebagai manusia pertama. Ada yang berpatokan pada dogma agama, ada pula yang mencoba secara ilmiah mengungkapnya. Salah satu statement tentang penciptaan Adam ialah bahwa Adam diciptakan oleh Tuhan dari tanah liat yang dibentuk semisal sebuah boneka. Kemudian ditiupkan kepadanya ruh. Maka jadilah Adam manusia dewasa yang hidup seketika itu juga. Selanjutnya di tempatkan di dalam surga. Tapi Adam merasa kesepian karena hanya seorang diri. Maka Tuhan pun menjadikan calon istrinya, Hawa. Caranya, Tuhan mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Dari tulang rusuk Adam itulah kemudian tercipta Hawa sebagai manusia dewasa yang hidup.
Agus Mustofa mengembangkann penafsirannya mengenai penciptaan Adam dengan mengangkat penelitian mengenai 'genetika'. Menurutnya, segala aktifitas manusia direkam oleh alam sekitar. Ada tiga rekaman yang berlangsung selama hidup kita. Yang pertama adalah rekaman oleh struktur alam. Yang kedua adalah rekaman oleh struktur otak. Dan yang ketiga adalah rekaman oleh struktur genetika.
Dari pembahasan yang sudah kita lakukan, kiranya kita sudah bisa menebak kesimpulan akhirnya. Bahwa Adam adalah manusia yang dilahirkan. Karena memang ia bukan manusia pertama yang diciptakan di muka bumi.
Adam adalah al-insan. Ia bukan al-basyar. Manusia pertama yang diciptakan Allah ternyata bukan Adam. Ia tidak pernah disebut secara eksplisit oleh al-Qur'an. Allah selalu menyebut manusia pertama itu secara kolektif sebagai al-basyar. Karena itu, tidak ada penjelasan rinci tentang siapa dia dan bagaimana rupanya.
Data-data ilmu pengetshuan pun sampai sekarang masih diliputi oleh kabut tebal yang penuh misteri. Data-data fosil maupun perhitungan umur genetika hanya menyebut angka jutaan tahun yang lalu sebagai awal munculnya spesies yang bernama manusia.


[1] Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir & Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 73.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hal. 73-74.
[4] ِAgus Mustofa, Ternyata Adam Dilahirkan, (Surabaya: Padma Press, 2007)
[5] Ibid. hlm 198
[6] Ibid. hlm 230

DUPA DALAM AJARAN ISLAM

A.    PENDAHULUAN
Dupa adalah suatu bahan aromatik yang terbuat dari getah pepohonan tertentu. Apabila dibakar di atas arang, dupa menghasilkan aroma yang harum. Guna menghasilkan asap yang lebih tebal dan guna menambah harumnya, terkadang wangi-wangian lain dicampurkan ke dalam dupa.
Fungsi dupa adalah sebagai alat upacara keagamaan umat Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain. Bentuk Dupa ada berbagai macam seperti: Bentuk Batang dari ukuran 11cm s/d 42cm, magic stick, bentuk kerucut, spiral, bentuk hewan, dan lain-lain. Biasanya orang menamakannya dengan Hio, Yoshua, Dupa.
Asal muasal Dupa diperkirakan dari kebiasaan umat Hindu/Budha di India/China. Seiring dengan imigrasi ke Asia Tenggara, terutama ke Indonesia, berpengaruh pada Agama sebagian besar penduduk di Indonesia. Kerajaan Hindu Majapahit yang berkuasa mempunyai pengaruh besar di daerah Jawa – Bali.
Konon, Dupa di Bali berasal dari sabut kelapa yang dipilin-pilin menjadi tali lalu ditusuk dengan kayu/bambu seperti Sate/Cilok. Mungkin karena sering mati dan asapnya terlau banyak, lambat laun bahan dupa diganti serbuk kayu seperti saat ini.

B.     PEMBAHASAN
Dupa dalam berbagai ritual keagamaan ada yang mengatakan suatu keharusan, karena bila tidak maka nilai kesakralan suatu ritual akan dipertanyakan. Paradigma semacam itu sepertinya sudah terkonstruk begitu lekatnya dalam benak setiap individu pemeluk agama dan kepercayaan, khususnya di Indonesia. Paradigma ini tidak hanya terdapat dalam ritual agama-agama ardli, dalam agama samawi pun itu merupakan suatu keniscayaan.
Dalam praktiknya, dupa tidak hanya diterapkan dalam ritual-ritual agama Hindu, Budha atau kepercayaan-kepercayaan seperti yang ada di China. Dalam agama Kristen pun dupa juga merupakan pelengkap ritual, dupa dipakai dalam upacara misa. Hal tersebut merupakan warisan dari tradisi orang Yahudi yang sudah melakukannya sejak dahulu kala.
Begitu juga dalam Islam, dalam ritual-ritual keagamaan seperti tahlilan, ziarah kubur, atau ritual-ritual lainnya merupakan perlengkapan yang harus selalu disediakan. Utamanya di Pulau Jawa, masyarakatnya sangat fanatik sekali dengan tradisi ini. Hal tersebut merupakan warisan leluhur mereka yang mereka anggap sebagai suatu keniscayaan yang harus selalu dipertahankan dan dilaksanakan.
Hal yang seperti ini tidak dianggap sebagai suatu yang musyrik selama niat dalam penggunaannya tidak bertentangan dengan ajaran agama. Penggunaan dupa dalam bermacam acara-acara keagamaan Islam tidak bisa dinafikan karena masyarakat mempercayainya bahwa dengan membakar dupa maka doa-doa yang mereka panjatkan akan lebih cepat sampai pada hal yang dituju.
Percaya atau tidak, ada beberapa kasus yang menegaskan bukti keyakinan masyarakat tersebut. Ketika seorang imigran gelap asal Madura buron di Negara Malaysia, karena tidak ada kabar berita maka keluarganya mengira dia sudah meninggal dunia disana. Mereka lalu mengadakan tahlilan untuknya. Beberapa minggu kemudian orang tersebut pulang dengan selamat ke kampung halamannya. Dan ketika dia ditaya tentang bagaimana dia bisa selamat, dia menjawab bahwa dia merasa kuat sekalipun dia tidak makan selama beberapa hari. Anehnya, dia selalu mencium aroma dupa setiap habis maghrib. Maka masyarakat percaya bahwa doa tahlil yang mereka baca untuknya benar-benar sampai, begitu juga dupa yang dibakar menyertai tahlil.

Respon Fiqh

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَا حَدَّثَنَا حَرْبٌ يَعْنِي ابْنَ شَدَّادٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنِي بَابُ بْنُ عُمَيْرٍ حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُتْبَعُ الْجَنَازَةُ بِصَوْتٍ وَلَا نَارٍ زَادَ هَارُونُ وَلَا يُمْشَى بَيْنَ يَدَيْهَا
Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, "Janganlah mengiringi jenazah dengan mengeluarkan suara dan membawa api dalam dupa (wewangian)." (HR. Abu Dawud, Ahmad).

حَدَّثَنَا مُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيُّ قَالَ قَرَأْتُ عَلَى الْفُضَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ حَدِيثَ أَبِي حَرِيزٍ أَنَّ أَبَا بُرْدَةَ حَدَّثَهُ قَالَ أَوْصَى أَبُو مُوسَى حِينَ حَضَرَهُ الْمَوْتُ فَقَالَ إِذَا انْطَلَقْتُمْ بِجِنَازَتِي فَأَسْرِعُوا الْمَشْيَ وَلَا يَتَّبِعُنِي مُجَمَّرٌ وَلَا تَجْعَلُوا فِي لَحْدِي شَيْئًا يَحُولُ بَيْنِي وَبَيْنَ التُّرَابِ وَلَا تَجْعَلُوا عَلَى قَبْرِي بِنَاءً وَأُشْهِدُكُمْ أَنَّنِي بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ حَالِقَةٍ أَوْ سَالِقَةٍ أَوْ خَارِقَةٍ قَالُوا أَوَسَمِعْتَ فِيهِ شَيْئًا قَالَ نَعَمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Abu Burdah mengatakan, "Ketika menjelang wafat, Abu Musa al-Ays'ari r.a. berwasiat, 'Jika kalian membawa jenazahku, maka percepatlah langkah, janganlah membawa dupa, janganlah meletakkan apapun dalam liang lahad hingga menghalangi antara jenazahku dengan tanah, janganlah mendirikan bangunan apapun di atas kuburku. Aku bersaksi di depan kalian bahwa aku berlepas diri dari haaliqah[1], saaliqah[2] dan khaariqah[3]'." Mereka berkata, "Adakah engkau mendengar sesuatu tentang perkara itu?" Beliau menjawab, "Ya ada, aku mendengarnya dari Rasulullah saw!" (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan al-Baihaqi).

Kandungan Hadits:
1.      Tidak dibolehkan mengiringi jenazah dengan membawa wewangian yang diletakkan dalam dupa-dupa. Ada beberapa atsar dari Salaf dalam masalah ini, di antaranya adalah perkataan Amru bin al-'Ash ra. yang diriwayatkan oleh Muslim: "Apabila aku mati, janganlah menyertai jenazahku wanita-wanita yang meratap dan dupa." Demikian pula perkataan Abu Hurairah ra. saat menjelang kematian yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad yang shahih: "Janganlah memasang tenda (untuk kematianku) dan jangan pula mengiringi jenazahku dengan membawa dupa." 
2.      Makruh hukumnya mengangkat suara walaupun sekedar dzikir. Berdasarkan perkataan Qais bin 'Ubad yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi: "Para Sahabat Nabi membenci mengangkat suara ketika menyertai jenazah".
An-Nawawi berkata dalam kitab al-Adzkaar, "Ketahuilah, pendapat yang benar dan terpilih adalah sunnah yang dilakukan oleh para Salaf r.a, yakni tidak mengeluarkan suara ketika berjalan mengiringi jenazah. Tidak boleh mengangkat suara dengan membaca al-Qur'an, dzikir atau lainnya. Hikmah sangat jelas yaitu lebih menenangkan perasaan dan lebih mengkonsentrasikan pikirannya kepada perkara yang berhubungan dengan jenazah. Inilah yang dituntut pada saat seperti itu.
Dan ini pula pendapat yang benar, janganlah engkau terpedaya oleh banyaknya orang-orang yang menyelisihimu!
Adapun perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang jahil di Damaskus dan kota-kota lainnya yaitu membaca al-Qur-an di sisi jenazah dengan bacaan yang dipanjang-panjangkan dan keluar dari kaidah-kaidah bacaan yang benar, dalam kitab Aadaabul Qiraa'ah tentang keburukannya dan kerasnya larangan (pengharamannya) serta fisik hukumnya bagi yang mampu mengingkari hal tersebut namun ia tidak mengingkari, wallaahul musta'aan." 
3.      Termasuk juga di dalamnya, bahkan lebih keras lagi keharamannya, mengantar jenazah dengan iringan alat musik yang mereka sebut dengan musik kematian. Perbuatan seperti itu adalah bid'ah dan termasuk meniru-niru orang kafir dan melatahi perbuatan mereka. Bahkan di dalamnya juga terdapat kemusyrikan dan pengingkaran terhadap hari kebangkitan.
 
C.    KESIMPULAN
Penggunaan dupa dalam berbagai ritual agama-agama di dunia sudah tidak asing lagi. Tidak hanya agama-agama ibu seperti Hindu, Budha atau kepercayaan yang dianut orang-orang China, orang Kristen, Yahudi dan Islam pun menggunakannya dalam berbagai ritual keagamaan mereka. Hal tersebut dikarenakan para pemeluk agama dan kepercayaan tersebut percaya bahwa doa yang mereka panjatkan akan lebih cepat sampai, hal tersebut juga merupakan tanda kesakralan sebuah ritual keagamaan.
Namun dalam ajaran Islam murni, penggunaan dupa dalam ritual-ritual keagamaannya tidak dibenarkan. Diambil dari berbagai sumber yang kemudian dijadikan sebagai landasan hukum, maka penggunaan dupa tersebut tidak diperbolehkan. Sekalipun hukum tersebut hanya sebatas makruh.
Salah satunya adalah riwayat ketika Abu Hurairah, menjelang wafatnya beliau berwasiat agar tidak menggunakan dupa pada saat beliau diiring ke tempat dimana beliau dimakamkan. Begitu juga apa yang dikatakan oleh Abu Burdah tentang larangan membakar dupa, waktu beliau menjelaskan apa yang diwasiatkan Abu Musa al-Ays'ari r.a. pada saat akan meninggal. Beliau bahkan menegaskan bahwa beliau juga pernah mengetahuinya dari Nabi.

Daftar Pustaka
Al-Atsari, Abu Ihsan, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Jakarta: Pustaka Imam Syafi'i, 2006.
Maktabah Syamilah, Musnad Imam Ahmad
Maktabah Syamilah, Musnad Abu Dawud



[1] Mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah.
[2] Meratap dan meraung ketika tertimpa musibah.
[3] Mengoyak-ngoyak pakaian ketika tertimpa muslibah.