Sabtu, 13 Agustus 2011

PUASA DAN PERILAKU KOLEKTIF BANGSA


Ramadhan merupakan bulan yang sangat familiar di telinga setiap orang Islam, karena semenjak kecil sudah diperkenalkan dengan Ramadhan. Secara etimologi, Ramadhan berarti membakar atau amat panas. Penyebutan bulan Ramadhan sebagai bulan ke-9 pada kalender Hijriah sangat sesuai dengan kondisi cuaca pada bulan tersebut yang sangat menyengat di jazirah Arab. Puasa sejatinya bukan hanya ada dalam tradisi Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Jauh sebelumnya, umat agama lain juga melakukan puasa. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183.
Puasa di bulan Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan dahaga. Puasa merupakan ibadah individual sekaligus sosial yang bertujuan untuk membentuk manusia yang lebih baik. Puasa merupakan ibadah yang vertikal, tidak ada yang berhak memberi penilaian selain Tuhan. Begitu spesialnya orang yang berpuasa, dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa di surga nanti, ada satu pintu yang tidak boleh masuk dari pintu itu kecuali orang-orang yang berpuasa, yakni Babu al-Rayyan.
Dari ajaran berpuasa di bulan suci Ramadhan tersebut dapat diperoleh hikmah berupa nilai kesalehan, dan bagaimana menjadi bagian dari masyarakat yang dilandasi oleh kualitas iman dan takwa. Ramadhan membentuk diri untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat, senantiasa ikhlas dalam beramal. Hasil terbaik yang diperoleh dari puasa Ramadhan ini adalah ketika memiliki perilaku berpuasa yang bisa diterapkan di luar Ramadhan.
Jika dalam prakteknya tidak selaras dengan hikmahnya, maka akan terkesan bahwa puasa di bulan Ramadhan hanya memberi kerepotan setahun sekali selama sebulan. Siang hari dalam Ramadhan dijalani dengan lapar dan dahaga, dan harus bangun pagi-pagi buta untuk sahur, serta pengeluaran yang membengkak sehingga tepat jika ada istilah “penghasilan setahun habis sebulan”, dan yang paling parah adalah perasaan selalu dibayang-bayangi cemoohan “kentut dari mulut” karena nafas yang tidak sedap selama sebulan.
Namun tidak demikian jika dalam menjalankannya dengan penuh keikhlasan, karena dengan semua kesengsaraan yang harus ditanggung selama bulan puasa, tidak berlebihan jika ibadah ini menjanjikan segala kemuliaan langit. Maka sudah seharusnya dalam menjalani puasa senantiasa ditanamkan kesadaran untuk mendapatkan manfaat terbaik dari puasa agar puasa tidak dipahami sebagai kesengsaraan dan penyiksaan diri belaka.
Kesalehan Sosial
Dengan berpuasa maka akan merasa lebih dekat dengan Tuhan karena dengan berpuasa bangunan vertikal dengan Tuhan sudah terbangun dan pahala puasa merupakan hak prerogatif Tuhan. Berpuasa dapat mendidik manusia untuk berperilaku jujur. Sekalipun sudah ada makanan dan tidak ada orang yang melihat, orang yang berpuasa tidak akan makan sebelum waktu berbuka. Hal tersebut dilakukan karena selalu merasa dekat dan selalu diawasi oleh Allah. Allah menegaskan dalam salah satu ayat puasa, yaitu surat al-Baqarah ayat 186 yang artinya,”Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat”. Di dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah itu dekat, sehingga hikmah dari melaksanakan puasa adalah lebih mendekatkan diri kepada Allah swt.
Maka jika terdapat orang yang berpuasa namun tidak jujur, maka akan menghilangkan pahala dari puasa yang dijalani. Orang yang demikian hanya mendapat lapar dan dahaga saja, serta ibadahnya sia-sia. “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Al-Thabrany).
Konteks puasa dalam Islam sebenarnya adalah untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang sedang atau selalu dalam kesusahan (dhuafa). Dengan demikian, selain terbentuk kesalehan spritual, secara alamiah akan terbentuk juga kesalehan sosial sehingga orang yang berpuasa tidak akan meminggirkan mereka ke sudut-sudut kehidupan. Di sinilah kepedulian akan terbentuk dan upaya untuk mengangkat mereka akan terbangun. Paling tidak, upaya ini termanifestasi dengan ditunaikannya Zakat Fitrah.
Aspek Kebangsaan
Nilai-nilai Pancasila yang tertuang dalam UUD 1945 mengemukakan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni menegakkan keadilan dan mencapai kemakmuran. Jika negara lain mengemukakan kemakmuran dan kemerdekaan (prosperity and liberty) sebagai tujuan, maka Indonesia lebih menekankan prinsip keadilan daripada prinsip kemerdekaan. Ini selaras dengan salah satu dasar yang dibawakan Islam, yaitu keadilan, baik yang bersifat perorangan maupun dalam kehidupan berpolitik. Kata keadilan berkali-kali dikemukakan dalam al-Qur’an yang mengindikasikan bahwa keadilan adalah tuntutan mutlak dalam Islam. Rumusannya dalam al-Qur’an adakalanya berupa himbauan “hendaklah kalian bertindak adil (an ta’dilu)”, dan adakalanya berupa “keharusan menegakkan keadilan (kunu qowwamina bi al-qisthi)”.
Indonesia adalah negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Ada puluhan juta bahkan ratusan juta orang yang berpuasa setiap Ramadhan. Akan tetapi, moralitas bangsa ini semakin merosot ke tingkat yang mengharukan. Sehingga dalam kasus ini, tidak berlebihan jika ada ungkapan bahwa puasa tidak merubah aspek apapun dalam perilaku kolektif bangsa.
Inti dari ajaran Islam itu adalah akhlak, untuk itu tujuan Rasullah diutus oleh Allah ke muka bumi  adalah untuk menyempurnakan akhlak. Namun, akhlak sudah menjadi barang langka pada zaman sekarang. Perilaku masyarakat sudah mengalami pergeseran karena cenderung menegasikan pesan yang disampaikan agama melalui keteladanan dari para pembawa risalah. Barometer kemerosotan moral bangsa ini juga dapat dilihat dari perilaku para penentu kebijakan di negara ini, termasuk anggota legislatif yang merupakan penyambung lidah rakyat.
Dewasa ini gencar terdengar berita miring tentang rapat-rapat para anggota DPR, karena tidak sedikit rapat-rapat Badan Kelengkapan DPR digelar di hotel berbintang. Seperti yang dilakukan oleh Panja RUU BPJS menggelar rapat selama 3 hari di hotel Intercontinental, Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Komisi XI DPR yang menggelar rapat di hotel Aryaduta di Menteng, Jakarta Pusat. Selain sudah menghabiskan uang begitu besar tetapi hasil kinerja anggota dewan juga tidak berubah yang menyebabkan tidak adanya trust dari masyarakat.
Tentu dipertanyakan lagi komitmen dan kesungguhan mereka dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Ambigu, bagaimana mungkin mereka memikirkan kepentingan rakyat kecil yang berada di bawah garis kemiskinan dan hidup dalam kelaparan, sementara perut mereka kenyang dan berada tempat nyaman di hotel berbintang. Maka tidak mengherankan jika keputusan yang dihasilkan dari rapat-rapat tersebut hanya sebuah manifestasi dari kepentingan politik belaka.
Ini sangat bertolak belaka dengan cita-cita puasa yang lebih menitikberatkan pada aspek kepedulian terhadap sesama yang hidup dalam himpitan ekonomi. Seyogyanya, jika ingin membuat suatu kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil, haruslahn merasakan dulu apa yang dirasakan rakyat kecil, hidup dibayang-banyangi rasa lapar. Maka segala keputusan yang dibuat akan benar-benar berpihak pada rakyat jelata karena sudah tahu apa yang dirasakan rakyatnya. Jika saja para anggota dewan yang terhormat meneladani pesan yang terangkum dalam puasa Ramadhan ini, niscaya kesejahteraan rakyat akan benar-benar diperhatikan.
Dalam suatu kesempatan, Ketua DPR RI, Marzuki Alie berharap puasa di bulan Ramadhan menjadi kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dengan meneladani sifat-sifat terpuji Nabi Muhammad, seperti kesabaran, kedisiplinan, kejujuran, dan keikhlasan. Sifat terpuji Rasulullah ini diharapkannya menjadi modal spiritual dalam menjalankan tugas, baik selama Ramadhan maupun setelahnya ila yaumil kiamah. Dia berharap bangsa Indonesia menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang baik yang selalu dalam ampunan Allah.
Namun masyarakat tetap akan menganggap itu sebagai pepesan kosong belaka jika kinerja lembaga legislatif tidak mencerminkan keberpihakannya kepada rakyat jelata.Herbert Simon, ahli teori keputusan dan organisasi mengonseptualisasikan
Aktivitas intelegensi yakni penelusuran kondisi lingkungan yang
memerlukan pengambilan keputusan
Aktivitas desain yakni terjadi tindakan penemuan, pengembangan
dan analisis masalah
Aktivitas memilih yakni memilih tindakan tertentu dari yang tersedia
B. Fungsi dan tujuan pengambilan keputusan
Fungsi pengambilan keputusan yaitu :
Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah
mempunyai fungsi antara lain sebagai berikut :
- Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional
- Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya menyangkut dengan hari depan/masa yang akan datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama
1
Tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua yaitu :
- Tujuan bersifat tunggal yaitu tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah artinya sekali diputuskan dan tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain
- Tujuan bersifat ganda yaitu tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih yang bersifat kontradiktif atau bersifat tidak kontradiktif
C. Langkah dalam pengambilan keputusan
Mintzberg mengungkapkan bahwa langkah-langkah dalam pengambilan
keputusan terdiri dari :
1. Tahap identifikasi
Tahap ini adalah tahap pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan diagnosis dibuat. Sebab tingkat diagnosis tergantung dari kompleksitas masalah yang dihadapi
2. Tahap pengembangan
Tahap ini merupakan aktivitas pencarian prosedur atau solusi standar yang ada atau mendesain solusi yang baru. Proses desain ini merupakan proses pencarian dan percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas
3. Tahap seleksi
Tahap ini pilihan solusi dibuat, dengan tiga cara pembentukan seleksi yakni dengan penilaian pembuat keputusan : berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis, dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis, dan dengantawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Kemudian keputusan diterima secara formal dan otorisasi dilakukan.
Seperti yang terlihat dalam skema tahap pengambilan keputusan dalam
organisasi menurut Mintzberg berikut :
2
D. Dasar-dasar pendekatan pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan harus dilandasi oleh prosedur dan teknik serta didukung oleh informasi yang tepat (accurate), benar(reliable) dan tepat waktu (timeliness). Ada beberapa landasan yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang sangat bergantung dari permasalahan itu sendiri. Menurut George R.Terry dan Brinckloe disebutkan dasar-dasar pendekatan dari pengambilan keputusan yang dapat digunakan yaitu :
Intuisi
Pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaam memiliki sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisn ini mengandung beberapa keuntungan dan kelemahan.
Keuntungan :
- waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih
pendek
- untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan
ini akan memberikan kepuasan pada umumnya
- kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu
sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahan :
- Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik
- Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran
dan keabsahannya
Tahap 1
Identifikasi
Pengenalan
Diagnosis
Tahap 2
Pengembangan
Pencarian
Desain
Tahap 3
Seleksi
Penilaian
Analisis
Penawaran
Otorisasi
3
- Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan seringkali
diabaikan.
Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini.
Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakt dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannyaatau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan :
- Kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah
penerimaan tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa
- Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup
lama
- Memiliki daya autentisitas yang tinggi
Kelemahan :
- dapat menimbulkan sifat rutinitas
- mengasosiasikan dengan praktik diktatorial
- sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan
sehingga dapat menimbulkan kekaburan
4
Logika
Pengambilan keputusan yang berdasar logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semuan unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara logika terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
- kejelasan masalah
- orientasi tujuan : kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai
- pengetahuan alternatif : seluruh alternatif diketahui jenisnya dan
konsekuensinya
- preferensi yang jelas : alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria
- hasil maksimal : pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil
ekonomis yang maksimal
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yaitu :
Internal Organisasi seperti ketersediaan dana, SDM, kelengkapan
peralatan, teknologi dan sebagainya
Eksternal Organisasi seperti keadaan sosial politik, ekonomi, hukum
dan sebagainya
Ketersediaan informasi yang diperlukan
Kepribadian dan kecapakan pengambil keputusan
F. Model Perilaku Pengambilan Keputusan
Berikut empat rangkaian model pengambilan keputusan :
1. Model rasionalitas ekonomi
Model ini berasal dari ekonomi klasik dimana pembuat keputusan sepenuhnya rasional dalam segala hal. Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan, terdapat asumsi :
5
- keputusan akan sepenuhnya rasional dalam hal rencana dan tujuan
- terdapat sistem pilihan yang lengkap dan konsisten yang
memungkinkan pemilihan alternatif
- kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan alternatif
- tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat
ditampilkan untuk menentukan alternatif terbaik
- probabilitas kalkulasi tidak menakutkan ataupun misterius
Pada model rasionalitas ekonomi terdapat teknik rasional moderen yaitu pendekatan scientific management seperti ABC, EVA dan MVA. Pada teknik ABC (activity-based cosying) menentukan biaya yang berhubungan dengan aktivitas seperti memproses pesanan penjualan, mempercepat pesanan pemasok, dan atau pelanggan, memecahkan masalah kualitas pemasok dan atau masalah pengantaran, dan memperlengkapi mesin. Untuk teknik EVA (economic value added) biaya semua kapital ditentukan misalnya biaya kapital ekuitas (uang yang disediakan pemegang saham), EVA berguna juga sebagai ukuran untuk mengambil keputusan mengenai masalah akuisisi dan pajak sampai masalah kompensasi. Sementara MVA (market value added) dapat menunjukkan keuntungan yang diperoleh perusahaan atau seberapa besar kapital yang terbuang kaitannya dengan nilai pasar saham.
2. Model rasionalitas terbatas dari Simon (Satisficing)
Model ini menyatakan bahwa perilaku pengambilan keputusan dapat dideskripsikan sebagai rasional dan maksimal tetapi terbatas dimana pembuat keputusan berakhir dengan kepuasan minimal karena tidak memiliki kemampuan untuk memaksimalkan. Hal tersebut dikarenakan informasi yang kurang sempurna, terdapat batasan waktu dan biaya, tawaran alternatif kurang disukai dan efek kekuatan lingkungan tidak dapat diabaikan.
3. Model penilaian heuristik dan bias
Model ini diprakarsai oleh ahli teori kognitif yaitu Kahneman dan
Tversky yang
menyatakan
bahwa
pembuat keputusan mengandalkan heuristik yakni penyederhanaa strategi atau metode berdasarkan pengalaman.
6
 Ingat, faktor utama dari timbulnya perilaku menyimpang masyarakat di Republik ini adalah karena minimnya kesejahteraan. Jika kesejahteraan sudah merata maka moral bangsa ini bisa diupayakan untuk kembali dibentuk. Negara akan mampu mengambil perannya dalam keikutsertaannya membangun moral bangsa.
Semoga dengan mengilhami makna puasa di bulan suci Ramadhan ini, semua unsur di negeri ini dapat mencerminkan dan menerapkannya dalam keseharian hidup berbangsa dan bernegara.
Dimuat dalam BERANDA LPM Solidaritas IAIN Sunan Ampel Surabaya Edisi Agustus-September 2011