Rabu, 01 Desember 2010

GANTI KELAMIN DALAM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena transeksual (masalah kebingungan jenis kelamin) yang diikuti dengan tindakan operasi merubah kelamin, sebenarnya mempunyai implikasi yang akan menyentuh banyak aspek, masalah ini merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun dengan ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.

Selain faktor bawaan sejak lahir, fenomena ini juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan. Seperti pendidikan yang salah sewaktu kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dengan tingkah laku perempuan; trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri; dan sebagainya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai operasi penggantian kelamin.

Ironisnya, di media pertelevisian Indonesia seakan menyemarakkan dan menyosialisasikan perilaku ketransseksualan dalam berbagai acara yang memberikan porsi kepada para waria dan semacamnya sebagai pengisi acara atau pembawa acara, yang secara tidak langsung membiasakan masyarakat dengan fenomena semacam itu. Dewasa ini masyarakat sudah tidak risih dengan keberadaan para guy atau waria yang mungkin juga disebabkan oleh kebiasaan mereka menonton idola mereka di televisi yang notabene adalah seorang waria atau guy. Dan seakan artis seperti Dorce Gamalama yang telah melakukan operasi alat kelamin di Singapore merupakan figur yang berani dan patut dicontoh karena telah mengikuti apa kata nuraninya.

Namun fenomena transeksual atau biasa disebut juga transgender tidak selalu diikuti oleh kecendrungan untuk operasi perubahan kelamin. Keinginan melakukan operasi tersebut umumnya di pengaruhi oleh tingkat pemahaman dan keyakinan penderita terhadap agama yang dianut. Pemikiran tersebut nampak pada pandangan mereka terhadap eksistensi diri, baik di hadapan masyarakat maupun di hadapan Tuhan.


B. Rumusan masalah
- Bagaimana hukum ganti kelamin dalam Islam?
- Bagaimana kaitannya dengan hukum perkawinan dan kewarisan Islam?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Tentang Jenis Kelamin dalam Nash
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman Allah SWT.

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأُنثَى

Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. (An-Najm: 45)



يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat:13)

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja yaitu laki-laki dan perempuan dan tidak ada jenis lainnya. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak di temukan fenomena transeksual yang diikuti dengan tindakan operasi perubahan kelamin. Masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transeksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun dengan ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.



B. Hukum Ganti Kelamin dalam Islam
Transeksual dapat diakibatkan oleh faktor bawaan (hormon atau gen) dan faktor lingkungan yang kemudian memotifasi seseorang untuk melakukan pergantian kelamin. Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu; Pertama, operasi pergantian jenis kelamin yang di lakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal, ini tidak diperbolehkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Menurut Fatwa MUI ini sekalipun dirubah jenis kelaminnya yang semula normal, kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum dirubah.[1]

Kedua, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna, operasi kelamin yang yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin, menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni atau mani, baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya diperbolehkan, bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal.[2]

Ketiga, operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang sejak lahir memiliki dua organ atau jenis kelamin (penis dan vagina), maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, maka diperbolehkan melakukan operasi untuk mematikan dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya.[3] Pemfungsian ataun penghilangan salah satu alat kelamin inipun tidak bisa dengan sesuka hati karena harus disesuaikan dengan fungsi tubuh yang lain. Semisal seseorang yang mempunyai kelamin ganda mempunyai rahim dan ovarium, maka harus diperjelas bahwa dia adalah seorang wanita, sehingga yang bisa dihilangkan adalah organ kelakiannya. Begitupun sebaliknya.


C. Kaitannya dengan Hukum Perkawinan dan Kewarisan Islam
Ulama Farodliyun (Ahli Faraid) setelah mengadakan penelitian tentang orang banci (para transseksual), menyimpulkan bahwa transseksual sejati selamanya tidak mungkin atau bukan terdiri dari ayah, ibu, kakek, nenek, suami atau istri, sebab menurut hukumnya transseksual sejati tidak melakukan nikah, sehingga transseksual sejati itu mesti terdiri dari anak, cucu, saudara, anak saudara, paman atau anak paman. Oleh sebab itu bila seorang transseksual menikah dan mempunyai keturunan maka anaknya akan mengikuti garis keturunan bapaknya walaupun bapaknya bertingkah laku seperti perempuan. Demikian juga ibunya kendati bertingkah laku sama seperti lelaki. Jika kelak anaknya perempuan akan menikah maka bapaknya yang menjadi wali, meskipun ia bertingkah seperti perempuan bukan ibunya meskipun ia bertingkah seperti lelaki.[4]

Pengadilan tentang status hukumnya lelaki atau perempuan agar ada kepastian hukumnya dan menghindari sifat mendua dalam pergaulan dan jenis kelamin yang sudah jelas ini kemudian ditegaskan dalam kartu identitas seperti KTP, SIM, ATM, dsb. Jadi pada perinsipnya tidak sulit menentukan bagian warisan yang harus diterima oleh seseorang yang transseksualnya tidak secara total, karena akan ditentukan oleh jenis kelamin atau cirri-cirinya yang dominan, jika yang dominan adalah laki-laki ,maka ia mendapat bagian warisan sama seperti lelaki yang lain, demikian juga sebaliknya. Jadi status kewarisannya dengan berpedoman pada indikasi fisik bukan kepada jiwa, sepanjang cara tersebut tidak sulit dilakukan. Bila seorang transseksual itu sebagai transseksual sejati maka para ulama berbeda pendapatnya tentang hukum kewarisannya.[5]


D. Kajian Teoritik
Dalam Islam, kita dapat melihat pandangan akan transseksualisme dari beberapa dasar berikut:

وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأُنثَى

Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. (An-Najm: 45)


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat:13)


وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلقَ اللّهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيّاً مِّن دُونِ اللّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَاناً مُّبِيناً

Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya[6], dan akan aku suruh mereka (mengubahciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya[7]. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (An-Nisa: 119)


Menurut konsep ini, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, tidak ada jenis kelamin ketiga. Pengubahan jenis kelamin dianggap sebagai pengubahan atas ciptaan Allah sebagaimana titah setan yang tertulis dalam An-Nisa: 119. Bahkan, Allah mengutuk individu yang berpenampilan dan bertindak menyerupai anggota jenis kelamin lain.

Bagi manusia yang memiliki kecenderungan psikologis ke arah transseksualisme maupun jenis kelainan gender yang lain, haruslah ditangani melalui terapi spiritual dan psikologis, bukan dengan mengubah ciptaan Allah. Operasi kelamin sendiri, diharamkan bagi tujuan transseksualisme pada pemilik kelamin normal sejak lahir (Munas II MUI 1980). Operasi kelamin yang diperbolehkan adalah operasi untuk perbaikan atau penyempurnaan kelamin dan operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda.


E. Fenomena Sosial
Di Indonesia, fenomena transseksual bukan hal yang asing. Dorce Gamalama yang terlahir dengan nama Dedi Yuliardi Ashadi merupakan contoh kaum transseksual yang banyak dikenal publik. Karena hukum di Indonesia tidak dengan jelas mengatur transseksualitas, Dorce bahkan sudah menikah secara legal sebanyak 3 kali.[8]

Selain kelompok yang pro dan memang mengakomodir kaum transseksual, di Indonesia juga banyak terdapat kelompok masyarakat yang menolak transseksualitas yang memfasilitasinya. Diantara kelompok atau organisasi masyarakat itu adalah Gerakan Pemuda Anti Penyimpangan – Malang Raya, Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).


F. Analisis
Tinjauan yuridis terhadap masalah tersebut terlihat pada muatan hubungan hukum antara dokter dan pasien, beserta akibat hukumnya, khususnya bagi pasien terhadap status kelamin beserta hak dan kewajiban yang menyertainya.

Sementara pandangan masyarakat dalam hal ini masih cukup kuat dipengaruhi oleh keyakinan yang bersumber dari ajaran agama. Artinya, bagi mereka yang pemahaman dan keyakinan agama kurang mendapat perhatian, lebih cenderung bebas dengan mengukur kebaikan sebatas kepentingan individu, dan demikian sebaliknya.

Adapaun, berkenaan dengan kebijakan, pemerintah hanya mengatur secara umum pembatasan pelaksanaan operasi kelamin tersebut. Sedangkan untuk detail dan kekhususannya diserahkan pada pihak pelaksana, atau rumah sakit yang bersangkutan.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demikianlah problema transseksual serta pergantian kelaminnya yang dapat dikemukakan disini dan masih banyak hal yang belum terungkap. Semoga pembahasan yang singkat ini dapat menambah wacana keilmuan dan wawasan hukum tentang masalah ini. Dan hal ini akan lebih mantap dan mendekati sempurna bila masalah seperti ini dilihat dari berbagai disiplin ilmu seperti kedokteran, sosial, agama, hukum dan sebagainya secara terpadu.

Transeksual dapat diakibatkan oleh faktor bawaan (hormon atau gen) dan faktor lingkungan yang kemudian memotifasi seseorang untuk melakukan pergantian kelamin.

Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar belakangnya, yaitu;

a. operasi pergantian jenis kelamin yang di lakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal, ini tidak diperbolehkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin.

b. operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang sejak lahir memiliki cacat kelamin diperbolehkan secara hukum syariat.

c. operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang sejak lahir memiliki dua organ atau jenis kelamin diperbolehkan melakukan operasi untuk mematikan dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya.

Operasi penggantian jenis kelamin dapat dilakukan dengan catatan untuk memberikan penegasan status kepada subjek yang bersangkutan. Namun jika hanya untuk menuruti kemauan dan hasrat seseorang, maka sebaiknya tidak dilakukan karena pada dasarnya dengan melakukan hal itu berarti yang bersangkutan telah menyalahi kodrat yang dianugerahkan Allah kepadanya.

Masalah hukum yang pada umumnya timbul karena pergantian jenis kelamin ini adalah mengenai masalah waris, Karena biasanya tidak dapat ditentukan apakah subjek yang bersangkutan berhak untuk memperoleh bagian warisan seperti pria atau wanita. Karena itulah dalam hal ini, operasi penggantian jenis kelamin dianjurkan untuk dilakukan jika demi kepastian hukum subjek yang bersangkutan.


B. Saran
Saran yang dapat Saya berikan adalah sebagai berikut :
Sebaiknya di Indonesia diadakan peraturan khusus yang mengatur perihal pergantian kelamin ini karena hal ini mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia secara langsung.
Jika hal di atas dapat terwujud, maka di dalamnya perlu dijelaskan status dan konsekuensi hukum yang diperoleh oleh mereka yang melakukan operasi pergantian kelamin.


DAFTAR PUSTAKA

dr. Setiawan Hadi Utomo, Fikih Aktual (Jakarta: Gema Insani, 2003) hlm. 173
Drs. Fatchur Rahman, Ilmu waris, (PT. Al Ma’arif, Bandung;2003)
Agoes, MD. Serial Femina; Dorce Gamalama Diakui sebagai Menantu. 2004 (Online) didownload dari http://www.femina-online.com/serial/serial_detail.asp?id=85&views=49



footnote
[1] dr. Setiawan Hadi Utomo, Fikih Aktual (Jakarta: Gema Insani, 2003) hlm. 173
[2] Ibid, hlm. 173
[3] Ibid, hlm. 174
[4] Drs. Fatchur Rahman, Ilmu waris, (PT. Al Ma’arif, Bandung;2003)
[5] Peraturan perundang-undangan dalam lingkungan Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama, Surabaya 1992
[6] Menurut kepercayaan Arab Jahiliyah, binatang-binatang yang akan dipersembahkan kepada patung-patung berhala, haruslah dipotong telinganya terlebih dahulu, dan binatang yang seperti ini tidak boleh dikendarai dan tidak dipergunakan lagi,serta harus dilepaskan saja.
[7] Merubah ciptaan Allah dapat berarti, mengubah yang diciptakan Allah seperti mengebiri binatang. Ada yang mengartikannya dengan merubah agama Allah.
[8] Agoes, MD. Serial Femina; Dorce Gamalama Diakui sebagai Menantu. 2004 (Online) didownload dari http://www.femina-online.com/serial/serial_detail.asp?id=85&views=49